Kamis, 04 Januari 2018

Hutang

Hutang

Belum pernah sekali pun saya seberani saat itu.  Nekad mendatangi rumahnya sambil tanya karena belum pernah tahu di mana. Saya ucapkan salam berkali-kali sampai akhirnya yang punya rumah keluar. Dia sedikit kaget melihat saya, kemudian senyum watados alias wajah tanpa dosa.

Saya sampaikan, saya mau minta uang saya yang dipinjam suaminya lewat suami saya. Saya juga bilang, itu uang saya dan jumlahnya ga sedikit kalau buat saya, jadi tolong dikembalikan sekarang juga. Karena saya ga akan mau datang untuk ke dua kali ke rumahnya.

Dia mulai alot. Alasan ini itu, uangnya ga ada. Katanya uangnya habis buat bayar ini itu. Pokoknya dia berusaha lepas tangan. Saya ga mau kalah. Tidak bergeming. Saya tetap duduk di teras luar, tidak mau masuk ke rumahnya. Setelah lama sekali saya di situ, dia nyerah juga, akhirnya dia kembalikan uang saya.

Entah, dari awal saya sudah jengkel dengan sikap dan kebiasaannya. Kebiasaan berhutang dengan alasan yang dibuat-buat. Alasan ortunya masuk rumah sakit lah, mertua sakit lah, dan masih banyak lagi alasan yang ga masuk akal. Hampir semua tetangganya dan orang yang mengenalnya tahu kebiasaan buruknya. Suami istri sama suka bohong.  Maka saya pun heran, entah kekuatan apa yang mendorong saya sampai nekad nagih hutang.

Karena awalnya saya kurang suka dengan cara suaminya. Tidak pernah ke masjid, ga ada sholat jamaah di masjid, sekalinya ke masjid cuma mau ketemu suami saya dan pinjam uang. Ini ciri orang ga beres. Karena suami saya aslinya memang ga kenal dengan orang ini. Suami saya ngasih seperti kaget, tetiba orang itu pun datang ke rumah saya. Sementara kita saja aslinya tidak kenal. Aneh, bukan?

Selama ini, saya ga pernah berani yang namanya nagih hutang. Maka antisipasi saya adalah, saya ga sembarangan jika ada yang berhutang, atau mendingan saya bilang jujur bahwa urusan uang adalah urusan suami saya. Saya ga mau resiko harus nagih lalu kemudian orangnya hilang atau susah ditagih. Saya ingin lebih menjaga perasaan sendiri saja, daripada pusing karena orang hutang, lebih baik cari tenang.

Maka saya cukup heran ketika ada orang yang lama ga ketemu dengan kita, kemudian saat ketemu tetiba urusannya untuk hutang. Atau saya heran ketika ada yang marah saat temannya tidak mau memberinya hutangan lalu menganggapnya ga peduli saat teman sedang kesulitan.

Bagi saya pribadi, teman saat sulit bukan hanya soal hutang uang. Hutang dengan teman itu harga diri kalau buat saya. Saya tidak ingin merusak pertemanan hanya karena urusan hutang. Ini bukan karena saya tidak butuh hutang. Tapi lebih ingin menghargai pertemanan, saya ga mau dianggap memanfaatkan.

Jika pun sampai kita berhutang, catatlah dengan tertib. Sampaikan kapan ingin mengembalikan. Dan beri kabar jika belum bisa melunasi. Karena memang hutang itu bagian dari cara mendapatkan rezeqi jika kita jujur saat mengembalikannya. Buatlah orang percaya. Dan terakhir janganlah bermudah-mudah dalam berhutang jika kondisi bukan sedang mendesak.

Karena hutang bagian dari kehormatan seorang muslim. Maka kehormatan yang boleh dirusak di antaranya adalah mengabarkan kepada khalayak ramai tentang kelakuan orang yang gemar berhutang tapi ga mau bayar.

Dan kematian seorang syahid saja masih tergantung selama hutangnya belum terlunasi. Apalagi kita. Maka berazamlah, bahwa saat kita sulit, Alloh lah yang tidak pernah luput atas kebutuhan kita. Alloh lah yang akan menjamin kita, dengan syarat taqwa.

Eka Rosaria
Bekasi 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar