Kamis, 10 September 2015

Media dan jilbab

Tak bisa dipungkiri, peran media terhadap opini masyarakat akan satu hal masalah begitu sangat berpengaruh. Bagaimana kuatnya opini yang berkembang saat ini soal jilbab. Jilbab yang begitu sakral, yang merupakan identitas bagi seorang muslimah yang dengannya menunjukkan kemuliaan pemakainya sebagai satu kewajiban akan perintah Alloh, menjadi bulan bulanan sebagian orang yang tidak faham syari'at jilbab.

Hari ini, opini masyarakat terus digiring pada pemahaman bahwa ternyata orang berjilbab itu tidak sebaik yang dibayangkan, tidak sesuai dengan yang diinginkan. Karena nila setitik rusak susu sebelanga. Karena ulah segelintir orang yang berjilbab dengan akhlaqnya yang tidak sesuai dengan syari'at yang mengiringinya, lantas dengan mudah memvonis, ternyata berjilbab tapi kelakuannya bejat. Jika seperti itu, apa perlunya memakai jilbab, lebih baik tidak berjilbab tapi kelakuannya baik.

Kasus seorang istri berjilbab dengan tuduhan selingkuh, menjadi berita hangat yang hadir setiap hari di satu media. Tayang sehari lebih dari tiga kali, melebihi layaknya jadwal minum obat. Meski dilihat dari reaksi pembaca, masih banyak orang-orang yang cerdas akalnya, membela jilbab sebagai satu bentuk perintah Alloh dan juga  kemuliaan seorang muslimah. Soal akhlaqnya yang menyimpang, maka itu beda persoalan. Tapi tetap saja, gencarnya pemberitaan yang terus menerus, masih menyisakan banyak hujatan sana sini soal jilbab, menjelekkan pelaku, sekaligus menganggap bahwa ternyata jilbab bukan jaminan seorang muslimah selamat dari kekeliruan. Yang pada akhirnya terjadi perang komentar, saling hujat di antara pembaca yang sebenarnya sangat tidak perlu. Berdebat tiada ujungnya dan akhirnya sampai pada tahap menjelekkan syari'at Islam. Inilah yang sesungguhnya harus dihindari, membuat seseorang kufur dengan ayat Alloh yang jelas- jelas mewajibkan jilbab sebagai penutup aurot bagi muslimah.

Seorang wartawan dalam hal ini punya tanggung jawab yang sangat besar. Baik dihadapan manusia maupun dihadapan Alloh. Bagaimana berita yang ditulis menjadi bukti kelak dihadapan Alloh. Bukan saja bertugas sebagai penyebar berita, tapi ikut bertanggungjawab terhadap apa yang ditulisnya.

Semoga akan semakin banyak wartawan muslim yang memahami syari'at Islam, sehingga mampu menjadi pembawa syi'ar Islam lewat media. Menumbuhkan karakter positif bagi pembaca, dan tentunya bernilai pahala, bukan menuai dosa.

Dan satu hal, jika ada yang mengatakan bahwa kenapa yang berjilbab tapi kelakuannya tidak baik, mending ga berjilbab tapi kelakuannya baik. Saya katakan, muslimah yang berjilbab, dia sudah gugur kewajibannya kepada Alloh akan syari'at wajibnya jilbab. Soal akhlaq,  itu berkaitan langsung dengan pribadinya. Sementara muslimah yang tidak berjilbab, setiap helaan nafasnya merupakan dosa kepada Alloh karena aurotnya terbuka. Kalau dia seorang anak, maka dia sudah menyeret ayahnya ke neraka dengan dosanya, jika dia istri, maka sudah menyeret suami ke neraka karena dosanya tidak berjilbab.

Wallohua'lam bishshowaab

3 komentar:

  1. bener mba media selalu di lebih-lebihkan yang tidak-tidakpun bisa menjadi iya... karena klo gak bikin berita yang bagus menarik perhatian ya mereka rugi..

    BalasHapus
  2. wah, bener jg ya... kadang2 emang logika perbandingannya yang salah.

    makasih ya sudah berbagi tulisan :)

    BalasHapus
  3. terimakasih sudah mampir di blog saya....

    BalasHapus