Selasa, 09 Oktober 2018

Membangun peradaban

Membangun peradaban?

Siang di satu perjalanan ke kota Bekasi. Laju motor saya pelankan sedikit saat samar ada suara yang terdengar dari motor di sebalah. Volumenya terdengar timbul tenggelam tertelan suara hiruk pikuk kendaraan lain.

Saya menengok ke kanan, terlihat seorang ibu dan anak balitanya. Sepertinya habis pulang mengaji. Kemudian terdengar jelas si anak melafalkan,

"Tabbat yadaa abii lahabiwwatab.... "

Saya perhatikan lagi suaranya, ternyata si balita tengah mengulang hafalan surat pendek juz 30. Sesekali terdengar suara ibunya yang juga membaca sekaligus menuntunnya. Maa syaa Alloh. Sampai akhirnya suaranya tak lagi terdengar, juga hilang dari pandangan saya.

Saya ingat masa kecil dulu. Entah di masjid atau di rumah. Saat itu listrik belum lagi masuk kampung. Otomatis hanya mengandalkan lampu teplok atau petromak, atau lampu oncor yang dibuat dari kaleng bekas susu kental. Ibu Bapak saya tetap  semangat mengajari saya dan adek baca qur'an.

Saya masih ingat, lepas maghrib adalah jadwalnya belajar baca qur'an. Gurunya adalah ibu saya sendiri. Meski hanya dengan penerang seadanya, saya dan adek tetap semangat belajar. Mengeja huruf demi huruf sampai akhirnya lancar baca qur'an.

Maka hari ini, di saat segala fasilitas terasa nyaman, sudah seharusnya lebih semangat belajarnya.

Zaman kecil dulu, lepas maghrib itu hukumnya wajib ngaji di rumah, tidak boleh keluar sampai lepas isya. Boleh main kalau sudah beres ngaji. Karena zaman kecil dulu,  lumrah main depan rumah lepas isya sekalian menikmati bulan purnama dan mengejar kunang-kunang. Kelak, seperti ini akan selalu kenangan, entah belajar ngajinya, atau menikmati purnama dan kunang-kunangnya. 

Zaman itu saya belum masuk sekolah dasar. Tapi di kampung saya, usia sudah lancar bicara lalu belum bisa ngaji, itu rasanya malu. Karena teman saya lainnya meskipun belum masuk sd, tapi baca qur'annya sudah bagus dan lancar. Jadi, seperti ada tambahan semangat juga untuk makin giat belajar ngaji.

Lain itu, apa yang kita pelajari waktu kecil, akan membekas saat besar. Akan terus teringat. Karena belajar sejak kecil itu bagaikan mengukir di atas batu. Batu bulat jika terlalu lama ditetesi air, akan nampak bekasnya. Beda kalau belajar sudah besar, sering banyak lupanya. Seperti mengukir di daun talas.

Masa kecil yang diisi dengan belajar dien, adalah di antara cara kita membangun peradaban Islam. Karena terbentuknya kejayaan Islam itu dibangun dari lingkup paling kecil dulu, yaitu keluarga.

Keluarga yang senantiasa mendidik anak-anaknya sejak kecil mempelajari dien Islam, belajar baca qur'an dan ilmu lainnya, akan membentuk karakter generasi yang militan. Seorang suami harus mampu menjadi qowwam bagi istrinya. Seorang ibu harus mampu menjadi madrasah pertama buat anaknya. Semuanya bersinergi membangun karakter keluarga muslim yang punya kontribusi dalam majunya peradaban Islam.

Kembali ke kisah ibu dan anak yang belajar baca qur'an, adalah bagian dari kelompok yang Nabi sabdakan "sebaik-baik kalian adalah yang belajar dan mengajarkan qur'an". Jika itu sabda Rosululloh shollaalloohu 'alaihi wa sallam, lalu penghargaan mana yang lebih baik darinya?

Mari para orangtua, hususnya para ibu..
Tanamkan azam di hati lalu praktekan, bahwa bisanya anak kita baca qur'an dan baca latin serta ilmu dien lainnya, adalah di tangan kita sendiri. Bukan di tangan orang lain.

ekarosariasarah.blogspot.com
ekarosaria.wordpress.com

Minggu, 07 Oktober 2018

Diet

Fahamilah ketika orang lain bertanya, dia ingin tahu atau sekedar memuaskan hati saja?

"Ibu, apa resep langsing menurut Islam? Saya kok heran dengan ibu-ibu yang begitu ngotot diet sampai beli produk yang bukan milik orang Islam. Lagi pula, apa ga tersiksa ya membatasi makanan yang dimakan, apa itu namanya ga mendzolimi badan sendiri?"

Satu tanya masuk lewat wa. Saya diam dulu, tak langsung menjawabnya. Saya meraba kemana arah pertanyaannya. Dia sedang menyoroti teman lainnya soal diet. Sementara posisi saya pun sama dengan para ibu yang dia bicarakan.

Saya sempat bingung menjawabnya. Apa yang dia inginkan? Seandainya memang dia dekat dengan para ibu itu, seharusnya bisa bicara dan mengingatkan langsung ketika bertemu. Karena saya bisa memahami pertanyaannya. Dia bertanya karena tidak suka, bukan mencari solusi yang seharusnya. Aslinya pertanyaannya berkali-kali, bukan sekali saja. Model pertanyaan yang ujungnya menunjukkan ketidaksukaan kepada para ibu yang dia persoalkan.

Yang bertanya orangnya kurus sekali. Bagi dia, diet sangat tidak perlu. Tapi bagi ibu-ibu lain yang bb-nya maa syaa Alloh, diet adalah pilihan, bahkan keharusan. Terlepas dietnya pakai cara apa dan pakai produk apa. Yang penting semua bahan yang dipakai jelas halalnya.

Dan saya? Saya pernah membeli produk yang dia persoalkan. Produk dengan harga fantastis. Bagi orang yang ingin diet, harga bukan lagi masalah, yang penting hasilnya bisa memuaskan.

Membatasi makanan pun bukan berarti mendzolimi diri sendiri. Karena Rasulullah pun mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam hal makan dan minum. Dan saya yakin, para ibu yang diet itu sudah menakar apa saja yang hendak dimakannya.

Saya sedikit memahami karakter si penanya.  Dia seorang yang idealis, dalam hal apa pun. Sebagai muslim, segala halnya harus sesuai dengan syariat Islam. Tanpa mau tau mana yang termasuk urusan dunia, mana yang murni akhirat. Ya, saya memahaminya. Si penanya maunya semua muslimah sibuk dengan amal sholeh saja. Tidak perlu diet, tidak perlu membeli produk selain punya muslim. Memakai baju tidak boleh bermacam model dan bentuk. Saya memakluminya.

Tapi untuk memandang persoalan orang lain, jelas tidak bisa dipukul rata.

Para ibu yang sedang diet itu membeli produk yang in syaa Alloh halal. Membatasi makanan karena memang akan berimbas positif bagi kesehatannya. Mereka masih tetap hadir di majlis ilmu. Mereka masih tetap menjaga aurotnya dengan baik. Tetap menjaga ukhuwah dan tetap berusaha lebih baik. Jika pun ada kekurangannya, itulah namanya manusia biasa.

Saya sempat menjawab soal resep diet dengan resep jus langsing ala artis. Seperti yang saya bikin di rumah. Saya pun sempat bingung dengan istilah ala artis, karena idealismenya menuntutnya jangan berhubungan dengan dunia, apalagi artis. Padahal resep itu hanya istilah saja. Isinya pun tetap bahan alami yang Alloh ciptakan dan sediakan untuk manusia.

Saya kadang juga bingung ketika menghadapi seorang yang begitu idealis. Sementara hidup ini tak seidealis yang kita inginkan.

Akhirnya, saat dia wa saya lagi dan menuliskan betapa para ibu itu di matanya sangat susah dibilangin dan mudah baper kalau dinasehatin. Wa-nya saya diamkan, tidak saya balas.

Begitulah,
Pertanyaan dan pernyataan tidak selalu harus ditanggapi. Adakalanya kita biarkan.

ekarosariasarah.blogspot.com
ekarosaria.wordpress.com

Solusi

Saya sedang sedikit merasa sibuk ketika satu telpon lewat wa muncul. Saya matikan lalu saya kirim chat, "lewat chat wa aja".

Chat berbalas, "tapi ini pentiiinngg banget, Umi. Sebentar aja, boleh, yaa".

Akhirnya saya meng-iyakannya.
Makin ke sini saya makin kurang nyaman kalau ditelpon, kecuali jelas perlunya dan tidak bertele-tele. Durasi nelpon yang kadang lama sering bikin telinga kurang nyaman. Lebih enak chat saja, lebih santai dan masih bisa disambi kerjaan lainnya. Bagi saya, menelpon itu harus punya limit waktu. Seperlunya. Jika sudah, segera diakhiri. Kasihan juga kalau tidak terlalu penting, karena bisa jadi orang yang kita telpon masih punya kegiatan lain. Saya rasa ini bagian dari adab menelpon.

Saya mengangkatnya. Terdengar suara parau mulai bicara. Bertanya tentang gangguan jin yakni 'ain. Apakah 'ain itu ada atau tidak. Saya mendengarkan, lalu  menghela nafas. Jujur, ada rasa malas ketika menjawab. Bukan tanpa alasan, persoalan itu serta masalah pelik yang menimpanya sudah terlalu sering ditanyakan. Solusi saya hanya satu,

"Datanglah ke majlis ilmu, datanglah! Apa yang memberatkan langkah kaki untuk datang ngaji. Hanya sepekan sekali, itu pun tidak lama. Menunut ilmu itu kewajiban dan tidak akan gugur kecuali saat datangnya kematian. Karena ilmu itu penting, bukan buat orang lain, tapi buat diri sendiri. Berlimpah sekali pahala saat kaki nelangkah keluar rumah menuju majlis ilmu. Langkah kakinya dapat pahala. Duduknya dapat doa. Malaikat mendoakan orang-orang yang duduk di majlis ilmu, bahkan sampai ikan-ikan di lautan, juga semut, semuanya ikut mendoakan. Dinaungi sayap malaikat selama duduk di majlis ilmu. Dan soal 'Ain sudah pernah dibahas. Begitu juga ilmu lainnya. Semua masalah pasti ada solusinya. Dan Allohlah yang membantu menyelesaikan masalah kita, asal kitanya mau mendekatkan diri pada-Nya".

Dia hanya menjawab, "iya, Umi. In syaa Alloh saya mau datang, semoga saya mendapatkan hidayah".

"In syaa Alloh nya bukan in syaa Alloh yang belum tentu datang, tapi in syaa Alloh harus benar in syaa Alloh. Hidayah itu dijemput, bukan ditunggu. Masalah sudah lama mendera tapi kita tetap tidak mau duduk di tempat yang diridloi-Nya, mau sampai kapan? Datanglah, dengan ilmu Alloh yang kita pelajari dan kita amalkan, semoga Alloh juga membantu menyelesaikannya".

Saya cukup gemes ketika bertanya berulangkali, berkali-berkali dengan pertanyaan yang sama, tapi ketika ditawarkan solusi, hanya didengar tapi tidak dilaksanakan.

Kita memang makhluq yang selalu berkeluh kesah, tapi Alloh itu Adil. Kita yang mendekat, maka Alloh akan lebih dekat dengan kita. Hidup jika hanya berkutat dengan masalah tanpa mau mencari solusi yang sudah jelas Alloh tawarkan, untuk apa?

Ujian, musibah, hakekatnya adalah tarbiyyah dari Alloh agar kita memahami bahwa tidak ada satu pun tempat yang layak untuk kita sandari kecuali hanya Alloh saja. Inilah bagian dari tauhid uluhiyyah, menjadikan Alloh satu-satunya tempat sandaran, tempat meminta, tempat paling pas untuk mengeluh. Manusia hanya manusia yang sejatinya sama antara satu dengan lainnya, punya banyak masalah yang mengiringi setiap episode hidupnya. Hanya mampu mendengarkan dan menawarkan solusi tanpa mampu menuntaskan.

Alloohushsomad, Alloh lah tempat kita bergantung.

Iyyaaka na'budu..hanya kepada -Mu kami beribadah.

Iyyaaka nasta'iin.. hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.

Tafsir ayat itu adalah, jika kita hendak minta pertolongan kepada Alloh, maka beribadahlah dahulu. Ibadah dulu, baru meminta. Dekati Alloh dulu, baru kemudian meminta. Jangan jauh tapi datang-datang lalu minta.

Dia menutup telponnya dengan tangisan dan kesiapannya untuk mencari solusi yang paling mumpuni, yakni datang ngaji.

Alhamdulillah.

Musibah

Saya masih ingat waktu kecil dulu. Kisaran tahun 83 atau 84. Menjelang masuk sekolah dasar.

Saat itu saya hanya mendengar sebagian orang yang lalu lalang bicara tentang kondisi hari itu. Menyuruh setiap yang keluar rumah agar memakai payung atau apa saja yang bisa menutupi kepala.

Rumah-rumah memutih karena abu yang menempel. Begitu pula jalanan, penuh debu tebal, rasa seperti di pantai saja. Antara hening sepi dan mencekam, begitulah suasana saat itu.

Saya juga sempat mendengar beberapa orang bilang,

"kiamat...kiamat"

Kalimat itu terngiang-ngiang di telinga. Hari itu, katanya kiamat. Meski keadaan sebenarnya adalah menyerupai kiamat, entah. Tapi rasanya memang sungguh menakutkan. Saya seperti berada di alam lain. Sepi hening dan gelap.

Hari itu langit menghitam dengan semburat kemerahan yang menyala di sebagiannya. Seperti bara api di atas arang. Arang yang menghitam, kemudian memerah setelah terkena api. Rupanya hari itu gunung galunggung meletus. Banyak korban meninggal. Rumah dengan radius sekian kilo terkubur lahar panas. Hancur musnah. Menyisakan atap paling tinggi dan pucuk-pucuk pohon tanpa daun.

Tahun itu saya belumlah faham apa-apa selain apa yang ramai orang bicarakan dan perintah orangtua agar hati-hati menjaga mata supaya tidak terkena awan abu.

Sampai bertahun kemudian saat sudah berlalu bencana itu, barulah saya bisa melihat lewat poto-poto kondisi sekitar gunung yang memang meluluh lantahkan semua yang ada. Terbayang rumah-rumah tinggi dan bagus serta pepohonan yang tinggi, semua tinggal ujungnya. Juga poto langit yang masih tetap memerah karena api letusan. Mengerikan.

Musibah atau bencana bagi orang beriman, akan tetap dipandang baik. Ketentuan Alloh tidak pernah salah.  Dan setelahnya, perkampungan yang dulu hancur itu kini tampak lebih hijau dan subur.

Gunung, lautan, angin, air, adalah di antara para tentara Alloh yang kapan saja Alloh perintahkan untuk bergerak, maka tidak satu pun manusia yang mampu menghalanginya. Tidak ada. Sekuat dan sesombong apa pun manusia, jika tentara Alloh itu datang, maka tampaklah siapa sesungguhnya kita. Kita adalah hamba Alloh yang lemah, tidak punya daya dan kekuatan apa pun.

Hari ini, di mana zaman mendekati akhir, tentara-tentara Alloh bergerak menuruti perintah-Nya. Gunung meletus mengeluarkan api dan lahar panas. Tanah terbelah menelan apa yang ada di atasnya. Bumi bergoncang menghancurkan apa yang ada di atasnya. Air laut menerjang dan menyapu apa yang dilewatinya. Semua itu tidak lain ada sebagai peringatan bagi kita sebagai hamba-Nya. Apakah kita akan menjadikannya pelajaran, atau hanya menjadikannya ratapan lalu kembali kufur akan ni'mat-Nya. Orang beriman setelah musibah dan ujian, akan selalu berupaya merenungi tentang dosa-dosa yang dilakukan. Karena tidaklah musibah Alloh turunkan, kecuali karena ulah tangan manusia itu sendiri. Tapi bagi yang masih kufur, musibah dijadikannya alasan untuk terus melakukan dosa syirik, satu dosa yang tidak akan diampuni Alloh kecuali tobat nasuha sebelum ajal datang.

Saya berfikir, semoga dengan musibah apa pun yang Alloh timpakan, kita diberikan karunia untuk selalu memahami bahwa kita seharusnya selalu introspeksi diri, memohon ampunan dan selalu Istiqomah dalam beramal.

Rabu, 03 Oktober 2018

Balasan

Cerita malam

"Assalamualaikum"

Aminah bangkit dari duduknya saat satu suara salam terdengar dari luar. Suara seorang bapak, entah siapa. Sempat melihat dari balik gorden, memastikan supaya hati lebih tenang. Jujur, ketika suaminya tak di rumah, lalu ada tamu seorang lelaki, maka baginya harus lebih hati-hati.

Dibukanya pintu setelah tahu siapa yang datang. Seorang yang memang dikenal baik. Beliau datang dengan sesuatu di tangannya. Sambil tersenyum mengatakan maksud kedatangannya. Hanya ingin menyampaikan tanda syukur setelah kelahiran anaknya. Alhamdulillah bi ni'matihii tatimmushshoolihaat. Hanya itu saja, lalu bergegas pamitan.

=====

Lepas maghrib Aminah keluar rumah, lalu menutup pintu lalu menguncinya. Meski perginya hanya berjarak sepelemparan batu, tak bisa dibiarkan rumah ditinggal tanpa pengamanan. Karena tawakkal saja tidak cukup, wajib pakai usaha.

Di tangannya ada semangkok makanan yang sudah Aminah siapkan, lengkap. Makanan kesukaan anak tetangganya. Niatnya hanya ingin membuat tetangganya senang dengan apa yang diberikannya. Meski bukan sesuatu yang mahal dan istimewa, tapi cukuplah membuat anak-anak itu senang ketika salam Aminah ucapkan di depan rumahnya, mereka menyambutnya antusias. Begitulah bahagia. Membahagiakan adalah kebahagiaan.

Setelahnya Aminah pulang.

Tak lama, suara salam terdengar dari luar. Dan apa yang dibawakan seseorang itu selain tanda syukur atas kelahiran anaknya? Yang dibawanya adalah makanan kesukaannya. Maha Adil Alloh atas segala karunianya. Memberi lalu dibalas dengan pemberiaan serupa, sama-sama makanan kesukaan.

Barangkali kisah ini hanya sederhana saja. Tapi tidak untuk sesuatu yang patut disyukuri. Sedekah itu pasti dibalas. Entah di dunia, atau kelak di akhirat. Di sisi Alloh, tidak ada kebaikan yang sia-sia meski sekecil biji saja. Alloh sebaik-baik pembalas bagi hamba-Nya. Percayalah!

Niat membahagiakan itu berbalas dibahagiakan. Sederhana saja.

Alloohu'alam..