Kamis, 04 Januari 2018

Catatan 5

#catatan_hati_istri5

Dulu, kami menyebutnya bencong. Lelaki yang bertingkah seperti perempuan. Padahal parasnya ganteng, hidung mancung. Tapi ternyata dia tidak suka dengan perempuan. Gaya bicaranya juga kemayu.

Jadi ingat dengan teman masa kecil. Maen bareng, ngebolang bareng, kami bersahabat dengan teman lainnya dan dekat layaknya anak kecil zaman dulu.  Dia menyenangkan, kadang pandai merayu kalau ada mau. Kalau maen masak-masakan, pinteran dia dari kita. Anaknya luwes kalau urusan dapur. Bahkan dewasanya pernah jadi koki kebanggaan majikannya, masakannya enak. Pinter ngurus rumah dan ngurus hal yang sebenernya lebih cocok jadi urusan perempuan.

Kami sering ngobrol. Kadang iseng suka nanya, kenapa kok dia bisa luwes kalau ngerjakan pekerjaan dapur dan urusan perempuan. Dia cerita,

Ibunya adalah istri ke dua yang seringnya tidak dinafkahi suaminya, bapaknya. Datang ke rumah kalau lagi punya butuh saja. Galak. Ibunya diperlakukan tidak adil. Tidak diperhatikan kebutuhan lahirnya. Padahal darinya punya anak banyak.

Dalam hati kecilnya, teman masa kecilku marah sekali dengan bapaknya. Tapi jarang berani membantah, apalagi melawannya. Seringnya hanya menangis, sedih dengan keadaan ibunya dan adik-adiknya, sementata dia anak pertama. Hatinya sakit dan kecewa. Dia tidak tega melihat ibunya. Sampai akhirnya dialah yang mengurus ibu dan adik-adiknya. Bahkan sering juga dia yang kerja bantu orang nyuci atau nyetrika dan masak.

Semua pekerjaan rumah dia kerjakan. Nyuci baju, nyetrika, masak dan pekerjaan lainnya. Dia jadi terbiasa dengan hal yang berbau perempuan, lupa dengan kodratnya sebagai lelaki. Sementara ibunya pun mencari pekerjaan lain demi menghidupi keluarganya.

Teman masa kecilku trauma melihat sikap bapaknya. Sampai tidak terasa, dia berubah menjadi seorang lelaki lemah gemulai. Dan sama sekali tidak punya hasrat suka dengan perempuan. Hasratnya justru timbul kalau melihat lelaki ganteng.

Trauma, kecewa, melahirkan rasa lain di hatinya. Rasa sayangnya yang besar kepada ibunya, menjadikan dia takut dengan perempuan.

Eka Rosaria

Tidak ada komentar:

Posting Komentar