Kamis, 03 September 2015

Sabar ketika kehilangan

Ada rasa sedih ketika kita kehilangan sesuatu yang dicintai, padahal kita tahu apa yang dimiliki di dunia ini hanyalah titipan semata. Suatu saat pasti akan diambil oleh Alloh, pemilik segala apa yang kita miliki.

Sudah fitroh manusia mencintai apa yang dimilikinya di dunia, dan menjadi sedih ketika semua itu hilang dari genggaman. Sudah sunnatulloh, apa yang dimiliki akan hilang, sebagaimana yang hidup akan mati.

Bagi seorang mukmin. Semua urusannya adalah kebaikan baginya. Bersyukur ketika mendapatkan kebaikan, dan bersabar ketika kehilangan. Syukur dan sabar adalah seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.

Pada zaman Nabi, kisah seorang Ummu Sulaim menjadi legenda karena mampu menahan rasa sedihnya dan bersabar ketika anaknya yang masih kecil kembali diambil oleh Alloh. Seorang wanita mulia yang menikah dengan Abu Tholhah,  sahabat Anshor dengan mahar keislamannya. Kesabarannya mampu mengalahkan kesedihan ketika anaknya yang masih kecil wafat dan Abu Tholhah sedang berada diluar rumah. Dengan sikap yang kuat dan tegar, dia melarang semua keluarganya memberitahukan kepada Abu Tholhah jika anaknya sudah wafat, hingga dia sendiri yang akan memberitahukan kepada suaminya. Hingga akhirnya Abu Tholhah kembali ke rumah, dan Ummu Sulaim menyambutnya dengan hangat dan memberikan pelayanan terbaik kepadanya. Membiarkan suaminya senyaman dan setenang mungkin tanpa terburu-buru memberitahukan soal wafatnya anak mereka. Ummu Sulaim bahkan berdandan dan memakai wewangian demi membahagiakan suaminya. Setelah semuanya selesai, bertanyalah Ummu Sulaim kepada suaminya.

" Wahai Abu Tholhah ! Bagaimana pendapatmu ketika suatu kaum menitipkan barangnya pada satu keluarga, kemudian suatu ketika mereka mengambil titipan itu, apakah keluarga tersebut boleh menolaknya ?. Abu Tholhah menjawab. " Tentu saja tidak boleh". Ummu Sulaim bertanya lagi, " Bagaimana jika keluarga tersebut menolak mengembalikan titipan itu ?. Abu Tholhah menjawab, " Berarti mereka tidak adil". Ummu Sulaim berkata lagi, " Sesungguhnya anakmu itu titipan dari Alloh dan Alloh telah mengambilnya, maka tabahkanlah hatimu dengan meninggalnya anakmu".

Saat itu Abu Tholhah marah karena tidak langsung diberitahu soal anaknya yang wafat. Kemudian mendatangi Rosululloh shollallohu'alaihi wasallam dan mengadukan istrinya. Dan Rosululloh shollallohu'alaihi wasallam mendoakan malam yang sudah dilalui antara Abu Tholhah dan istrinya. Hingga akhirnya Ummu Sulaim hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Abdulloh. Setelahnya, Ummu Sulaim dikaruniai 7 anak yang kesemuanya hafal qur'an.

Balasan yang sungguh menakjubkan. Kesabarannya ketika kehilangan sang anak, Alloh gantikan dengan 7 anak yang kesemuanya menjadi Hafidz. Maa Syaa Alloh. Laa quwwata illaa billaah.

Juga kisah seorang Ummu Salamah. Wanita yang mengalami banyak kesulitan ketika suaminya hijrah ke Madinah, sementara keluarga Ummu Salamah menahan diri dan anaknya. Hingga akhirnya bisa berkumpul kembali di Madinah. Suaminya, Abdulloh bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdulloh bin Umar bin Makhzum, yang lebih dikenal dengan Abu Salamah adalah seorang sahabat mulia yang senantiasa berjuang untuk Islam. Luka-luka yang dideritanyabpada perang Badar dan Uhud mengantarkannya pada wafatnya. Semula, Ummu Salamah tidak ingin menikah lagi sepeninggal suaminya, tapi justru suami menyuruhnya menikah lagi jika nanti dia wafat. Setelah suaminya wafat, Rosululloh shollalloohu'alaihi wasallam mendoakan Ummu Salamah agar tabah atas kehilangan suaminya, dan diberi pengganti yang lebih baik darinya. Dan Alloh mengabulkan, Ummu Salamah akhirnya dinikahi oleh Rosululloh shollalloohu'alaihi wasallam, seorang laki-laki yang lebih mulia dari suaminya, seorang Nabi utusan Alloh. Buah kesabarannya sungguh manis. Ummu Salamah menjadi ummul mukminin, ibundanya kaum mukmin, satu kedudukan yang sangat mulia.

Mengigat betapa hebatnya dua wanita sahabat ini. Kehilangan tidak membuatnya menjadi keluh kesah dan sedih berkepanjangan. Karena sesungguhnya, dibalik kesedihan, jika diterima dengan sikap sabar dan lapang dada, ada bahagia yang menanti.

Kisah dua wanita hebat ini menghiasi fikiran saya ketika pulang dari toko material tadi siang. Uang yang  beberapa waktu lalu saya titipkan untuk membeli bahan-bahan material, tapi kemudian saya ambil uang bukan barang. Si empunya toko mengurangi uang saya karena material saat ini harganya sedang turun. Sementara waktu saya beli, harga material sedang tinggi. Saya sempat sedikit protes, kenapa uang saya tidak utuh. Saya harus terima uang saya sesuai dengan harga sekarang yang sedang turun. Tapi akhirnya, saya mencoba melupakan kerugian dunia yang tidak seberapa dibanding kehilangan yang dialami dua wanita hebat sahabat Nabi. Saya hanya wanita biasa, bersuamikan laki-laki biasa, maka tidak ada alasan bagi saya untuk bersedih karena hilangnya dunia yang begitu kecil.

أللهم أجرني فى مصيبتي واخلف لى خيرا منها

Ya Alloh, berikanlah pahala kepadaku atas musibahku, dan gantilah dengan yang lebih baik darinya.

Sambil terus mengayun sepeda dengan pelan, saya mencoba melupakan kehilangan itu, dan berharap ada ganti yang lebih baik. Sampai rumah, ada sms masuk, seorang teman minta di facial sore harinya. Alhamdulillah, itulah rezeqi saya, yang sudah Alloh tetapkan.

8 komentar:

  1. barokallah, teteh. syukron utk kisahnya :)

    BalasHapus
  2. Waiyyakum, teh Lina....Aamiin..

    BalasHapus
  3. Subhanallah.... tulisannya memiliki ruh yang kuat untuk mengambil hikmah dari sesuatu yang hilang. Saya juga bulan kemarin baru saja kehilangan...
    makasih atas pencerahannya..
    Salam kenal ya mbak dari Gorontalo- sulawesi :-)

    BalasHapus
  4. Ya ya ya, kesabaran mutlat diperlukan ketika takdir kehilangan itu hadir.
    saya sepakat! :)

    BalasHapus
  5. dan di balik semua musibah ada berkah ya mak..terima kasih sudah diingatkan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak indah...asal ikhlas, smoga jadi pahala ya

      Hapus