Selasa, 27 November 2018

Jangan memalukan

Antara kelihatan lucu tapi terkadang jadi kasihan itu kalau pas ketemu orang yang lagi sibuk mau selfi. Bahkan saat dia yang sibuk begaya sampai totalitas, saya yang malu melihatnya. Maapkan saya.

Ada kurang lebih tiga kali yang saya ingat melihat orang lagi sibuk selfi. Adalah seorang anak gadis yang sedang jajan es buah dengan keluarganya. Saya pun sedang ada di situ. Mau ga mau jadi terlihat. Si gadis pegang hape sembari wajahnya diatur sedemikian rupa agar terlihat cantik dan sempurna. Hanya, kasihan itu saat mau ambil satu poto saja, ekspresi wajahnya berulangkali dirubah. Senyum kiri, senyum kanan. Miring kiri, miring kanan. Wes pokoknya lumayan lama. Saya jadi geli sendiri melihatnya. Ditambah mulutnya yang juga ikutan dibikin miring sana miring sini.

Yang ke dua tidak jauh berbeda. Hampir sama. Kalau bukan hape-nya yang dimiring-miringkan, maka wajahnyalah yang dimiringkan. Pasang senyum paling cakep, lalu raut mukanya biasa lagi. Senyum lagi, biasa lagi. Alahay, saya yang lihat jadi ikut capek. Ga dilihat tapi memang kelihatan. Maapkan kalau saya tega.

Paling miris waktu saya jalan-jalan. Ada seorang ibu sedang sendirian duduk persis di depan satu toko. Saya pikir dia sedang menunggu seseorang. Tapi sejurus kemudian terlihat kalau ternyata dia sedang selfi. Gayanya sungguh totalitas. Bener-bener usaha yang yang perlu dihargai. Senyum sebentar, lalu cekrek. Miring sebentar, cekrek lagi. Senyum lagi, miring lagi, cekrek lagi. Belum lagi kakinya yang ikut-ikutan bergerak dan begaya menyesuaikan dengan bahunya yang miring sana miring sini. Tapi asli saya miris melihatnya. Seorang ibu berjilbab begitu sibuknya selfi tanpa melihat situasi dan kondisi. Di depan sebuah toko, duduk lesehan di pinggirannya. Entah apa persepsi orang yang melihatnya pas lewat toko itu.

Demi terlihat sempurna di poto, terkadang seseorang harus membuang rasa malunya. Tak lagi mengindahkan satu prinsip yang bagi sebagian orang tetap dipegang erat.

Lebih lagi jika yang sibuk selfi itu laki-laki dengan gaya yang sama dengan wanita. Senyum, miringkan wajah ke kiri ke kanan, lalu cekrek. Entah, saya langsung ilfil aja melihatnya.

Jangan termakan rayuan

Baca postingannya Dila yang cerita soal sales asuransi, saya jadi teringat dengan kejadian beberapa tahun lalu.

Saat itu di bank xxxx, saya datang mau tutup akun. Sambil menunggu panggilan, saya duduk bersebelahan dengan seorang ibu. Kalau tidak salah beliaunya seorang guru di sekolah it. Awalnya kita diam saja lalu kemudian dia bertanya soal kenapa saya tutup akun. Lama-lama dia makin ramah saja ngajak ngobrolnya. Dan sampailah pada pertanyaan apakah saya sudah punya asuransi atau belum. Saya jawablah, belum. Saya tidak ingin. Tetiba dia lancar sekali menawarkan asuransi dengan bicara yang memang kelihatan pintar yang saya tanggapi biasa saja. Maapkan, bu. Saya memang tidak pernah tertarik. Sampai kemudian obrolan pun tidak sesemangat diawal. Urusan tutup akun selesai, dan saya segera pulang. Tidak ingin ngobrol lebih lama.

Satu kejadian lagi saat saya bukan akun di bank xxx karena satu keperluan. Oleh petugas bank saya disarankan ke meja seorang wanita yang ramahnya tingkat internasional. Ramah sekali. Nada bicara halus. Kelihatan pintar. Dia menguruskan buku tabungan saya dengan cepat dan begitu penuh senyuman. Sampai kemudian dia menawarkan asuransi bank tersebut. Saya menolaknya secara halus. Dia terus saja mengejar, masih dengan keramahannya. Saya tolak lagi. Dia ngejar lagi. Terjadi berulang kali dan saya tolak juga sebanyak itu. Sampai akhirnya saya yang ambil keputusan segera pergi dari mejanya meskipun si wanita petugas bank itu sepertinya masih ingin terus bicara. Maapkan, mbak. Saya sangat tidak ingin ikut apa yang mbak tawarkan.

Harus saya akui tingkat pintarnya bicara dan keramahannya saat menawarkan dagangannya. Dan saya bertahan tidak ingin masuk ke dalamnya. Saya lebih memilih cara lain untuk mengatasi masalah yang menurutnya bisa diatasi dengan dagangannya. Masalah yang sesungguhnya sudah ada tuntunannya dari Alloh dan Rosul-Nya dalam penyelesaiannya.

Maapkan saya yang memang tidak ingin memahami apa yang mereka tawarkan. Ikhtiar itu pastilah saya lakukan. Bagi saya simpel saja. Tidak ikut itu lebih menenangkan.

Sudah kentut hari ini?

Sudahkah kentut hari ini?

Sungguh, maha Adil Alloh atas apa yang sudah diciptakan-Nya tidak ada yang sia-sia. Semuanya punya manfaat.

Termasuk juga soal kentut. Meski sebagian orang merasa tabu membahasnya, tapi bagi saya ini hal penting dibahas. Tapi saya tidak membahasnya dari sisi ilmiahnya. Karena saya bukan ahlinya.

Yang mau saya bahas adalah, betapa wajibnya kita bersyukur atas semua nikmat Alloh, termasuk soal kentut. Karena betapa menderitanya saat seseorang mengalami susah kentut atau tidak bisa kentut.

Dulu, sodara saya sempat menjalani operasi usus buntu di sebuah rumah sakit. Setelahnya dokter menyarankan tidak boleh minum kecuali setelah kentut. Hal yang terjadi kemudian adalah sodara saya tidak bisa kentut dalam jangka waktu lama, sementara haus sudah melanda. Setelah melebihi waktu yang ditentukan, akhirnya dokter mengambil keputusan dengan memberinya obat supaya bisa kentut. Obat yang harus ditebusnya dengan harga mahal, saat itu. Saat sebelum reformasi. Dimana harga uang seratus ribu bisa sebanding dengan satu juta saat sekarang.

Setelah minum obatnya, sodara saya dan yang menunggunya dilanda cemas, deg-degan. Maklumlah. Karena kalau sampai tidak reaksi, bisa bahaya. Sampai kemudian terdengar suara kentut dari sodara saya. Dan kalimat pertama yang terucap adalah Alhamdulilaah. Semuanya bersyukur. Semuanya bahagia. Itu artinya kesehatannya pulih lagi dan bisa minum seperti biasanya.

Setelahnya jadi bahan renungan buat kita. Betapa kentut yang Alloh ciptakan untuk manusia itu tidak sia-sia.

Bayangkan jika kita masuk angin, kentut belum keluar, itu perut rasanya bisa begah, sebah, sakit dan segudang rasa tidak nyaman lainnya. Dan itu sungguh menyiksa. Lebih sakit daripada ditinggal mantan kawinan.

Maka, betapa wajibnya kita mensyukuri setiap nikmat yang Alloh berikan. Nikmat masih hidup dan tetap muslim. Nikmat bisa mengedipkan mata. Nikmat menggerakan jari tangan. Dan nikmat lainnya yang tidak pernah bisa kita hitung saking banyaknya. Termasuk nikmatnya bisa kentut.

Maka, ucapan apakah yang pantas saat kita kentut ? Saya melazimkan ucapan, Alhamdulillah. Sebagai kalimat syukur kepada Alloh.

Nah, bagi para emak yang punya bayi dan keluar bunyi kentut, jangan ditertawakan, ya. Ucapkan Alhamdulillah.

==

Jangan lupa dzikir pagi, kalimat ungkapan syukur kita kepada Alloh.
Shobaahul khoiir.

Suami harapan

SUAMI HARAPAN ISTRI

"Mi, sering aja ngadain dauroh suami istri, biar makin ada perubahan baik yang dirasakan kita-kita".

Eh, ternyata mereka merasakan perubahan yang positif setelah ikut dauroh suami istri Ustadz Tri Asmoro. Lalu saya tanya mereka satu-satu.

"Alhamdulillah, Mi. Habis kajian itu suami langsung ngajak saya jalan-jalan. Meskipun aslinya sih emang udah janji dari lama kalau mau ajak saya jalan-jalan". Wajahnya memancarkan raut bahagia.

Ustadz bilang, suami itu harus faham kalau istri itu jenuh juga kalau terus-terusan di rumah tanpa refreshing. Maka perlu lah ajak istri jalan keluar, ga perlu jauh dan mewah. Wong istri itu diajak piknik sederhana aja sudah seneng.

"Alhamdulillah, Mi. Sekarang masakan saya di rumah selalu dihabiskan. Apa aja. Saya juga jadi agak heran. Kok ya beda gitu".

Ustadz bilang, kalau istri sudah masak itu mbok ya dihargai. Dimakan. Dihabiskan. Itu istri jadi seneng. Jangan biasakan makan di luar, nanti masakan istri ga ada yang makan. Sudah masak capek, malah ga dimakan, kan yo kasian.

"Alhamdulillah, Mi. Itu suami temenku langsung mau mandikan anak kembarnya".

Ustadz bilang, sekali-kali suami bantu ngurusi anak. Walaupun capek pulang kerja, tetap ada perhatiannya bantu istri. Sederhana saja tetep istri seneng kalau dibantu.

Ternyata, sesederhana itu kebahagiaan para istri. Sesuatu yang barangkali luput dari perhatian suami. Nyatanya menyenangkan bagi istri.

Saya cuma senyum saja lah nanggepinnya. Alhamdulillah kalau ada perubahan yang ternyata begitu membahagiakan. Asal jangan lupa untuk selalu berusaha membahagiakan suami. Jangan hanya menuntut dari suami. Tapi harus ada timbal baliknya. Memberikan pelayanan yang membuat suami tenang dan senang.

Intinya, jangan menuntut kesempurnaan dari pasangan. Karena kekurangan kita bisa jadi lebih banyak. Dan bersyukur bahwa Alloh kirimkan seseorang yang ternyata sanggup menerima kekurangan kita.

Suami punya tugasnya sendiri, begitu juga istri. Kalau masing-masing pasangan melaksanakan tugasnya dengan baik, semoga keberkahan itu akan turun.

Eka Rosaria

😍😍

Ikhtiar

IKHTIYAR ITU WAJIB

Bertahun lalu, di pagi itu. Seorang ibu terlihat membonceng anak gadis kecilnya. Tangan mungilnya memegang erat pinggang ibunya. Yang terus menggowes sepedanya.  Berbalut seragam merah putih dengan lengan baju dan roknya yang panjang, juga berjilbab. Terlihat begitu cantik.

Saya akhirnya faham. Ibu bapaknya sebenarnya bukan tak ingin memasukkan anaknya ke sekolah berbasis Islam yang saat itu sedang mulai menggeliat muncul. SDIT. Sekolah Dasar Islam Terpadu. Sekolah dengan biaya yang jauh lebih mahal dari sekolah negeri. Dengan seragam yang lebih banyak dan juga mahal. Dengan waktu yang lebih panjang.

Mereka sangat ingin. Bukan tak ingin. Tapi saat itu terkendala biaya. Tidak ingin memaksakan diri yang akhirnya belum tentu terkejar dengan gaji suami yang seorang karyawan pabrik biasa dan seorang ibu yang berkarir di rumah, ibu rumah tangga. Maka, pilihan akhirnya adalah memasukkannya ke sekolah negeri. Dengan tetap memasukkan anaknya ke sekolah sore. Sekolah husus pelajaran agama. Ngaji.

Pilihan itu tak lantas menuai simpati karena jelas ketidakberdayaannya atas biaya yang baginya sangat besar.  Justru sebagian menjadi sedikit sinis dengan melempar tanya, "kenapa tidak disekolahkan di sdit saja. Kan lebih jelas pendidikan agamanya. Aqidah dan ibadahnya terjaga?"

Pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Menurut saya. Karena jika saja si penanya mau sedikit bertanya, maka dia pun akan faham.

Soal uang, tidak akan merasakan sulitnya kekurangan, kecuali yang mengalaminya. Maka, memilih diam dan mendoakan atau bertanya lalu memahami itu jauh lebih bagus. Daripada mencibir saja.

Hari ini. Apa yang diusahakan orangtuanya menuai hasil. Selepas sekolah di SD negeri, anaknya ia masukkan ke pesantren dengan biaya terjangkau, sesuai dengan kondisi keuangannya. Mereka tidak lantas lepas tangan begitu saja dalam mendidik anaknya.  Tetap mengusahakan yang terbaik. Mereka juga semakin rajin belajar agama, tidak hanya anaknya saja. Di sinilah sesungguhnya peran orangtua, sudah seharusnya belajar lebih giat soal agama daripada anaknya. Tidak lain adalah sebagai ikhtiar dalam rangka menginginkan anak yang sholeh agama dan akhlaknya.

Anaknya kini sudah jadi gadis dewasa. Sudah lulus kuliah. Bahkan bertitel Lc.

Saya yakin, kebanggaan sudah pasti menjadi milik orangtuanya.

Anak gadis kecil yang dulu sekolah di negeri itu hari ini menyandang gelar Lc. Lulusan Syariah dari sebuah universitas terkenal.

Maka, kita, orangtua. Jangan pernah lelah dan menyerah mendidik anak. Tidak wajib sekolah di SDIT jika memang uang kita tidak cukup. Yang wajib adalah mendidiknya terus menerus di rumah dengan segudang pelajaran agama. Karena sholeh dan tidak sholeh itu tidak mutlak hasil didikan di sdit atau sd negeri, karena peran kita sebagai orangtua, itu jauh lebih penting.

Hidup memang pilihan. Asalkan tidak menyusahkan dan menjadi beban orang lain, bagi saya itu adalah pilihan. Poinnya adalah, pertama,  pandailah mengukur kemampuan diri saat mengambil keputusan menyekolahkan anak. Ke dua, orangtua wajib mengawal pendidikan anak, tidak lepas tangan begitu saja.

Yang sekolah di SDIT, Alhamdulillah. Yang sekolah di SD negeri, Alhamdulillah.  Tetap semangat mendidik anak-anak dengan ilmu yang bermanfaat, hususnya untuk akhirat.

Eka Rosaria

Selasa, 06 November 2018

Hati-hati!

Ada banyak perempuan menulis dan berpendapat bahwa Rosululloh Shollalloohu 'Alaihi wa Sallam itu poligami dengan 'para janda sudah tua'  dan 'para janda miskin'.

Pertama, istighfarlah!
Karena tuduhan itu salah besar. Dosa? Banget!

Ummahatul mukiminin itu semuanya wanita terhormat. Mereka wanita mulia dari keturunan terhormat. Bukan tua dan miskin.

Sekali lagi, istighfarlah!
Mau nulis poligaminya Nabi? Bacalah siroh ummahatul mukminin, supaya kita tahu bahwa mereka bukan seperti yang banyak ditulis dan dipikirkan para wanita yang sembarangan menulis dan mengatakan mereka adalah janda tua dan miskin.

Nastaghfirullooh

Sikap adil

Tidak ada manusia yang sempurna dalam amalannya. Selalu ada yang namanya kelebihan dan kekurangan. Dua hal yang jadi sunnatullooh.

Pun dalam kehidupan kita, ada begitu banyak orang yang nampak sempurna dalam satu hal, tapi kurang dalam hal lain. Begitulah manusia. Maka muaranya adalah, selalu memandang orang lain dengan sikap adil.

Seperti pada satu hari di dalam mobil yang membawa saya arah pulang. Saya terlibat obrolan dengan seorang teman. Dia menceritakan seseorang yang secara dzohir pakaiannya kadang syar'i, kadang tidak. Kemudian menceritakan bagaimana kiprahnya dalam dunia dakwah. Memanglah bukan seorang ustadzah atau penceramah. Tapi seseorang dengan jiwa sosial tinggi dan kemudian dimampukan oleh Alloh menggerakkan hati banyak orang, hususnya kaum kaya untuk berinfaq dan memberikan kontribusi bagi kemaslahatan kaum Muslimin, hususnya. Dan bagi manusia lain pada umumnya. Luar biasa. Saya sendiri benar-benar dibuat kagum. Maa syaa Alloh. Dan sejujurnya, saya iri dengannya dalam hal ini. Entah sudah melangkah kemana saja kakinya dalam rangka membantu kaum muslimin di belahan bumi Indonesia ini. Dan sungguh, kelak, kakinya akan bersaksi baginya di hadapan Alloh.

Bagi yang memandangnya dari sisi pakaian yang wajib syar'i, maka dia jelas sekali punya kekurangan di situ. Tapi jika kita mau bersikap adil, kita akan memandangnya dengan sikap memaklumi. Kenapa? Karena kekurangan itu pun pasti kita miliki atau bisa jadi kekurangan kita lebih banyak darinya.

Ada orang sempurna dalam hal pakaiannya tapi tidak sempurna dalam kontribusinya dalam dunia dakwah. Ada orang yang pakaiannya tidak sesempurna seharusnya, tapi punya kontribusi besar di dunia dakwah. Semuanya saling mendukung. Karena terpenting adalah, kita harus menjadikan diri kita punya manfaat, baik untuk orang lain maupun untuk dakwah.

Dan kita, tidak pernah tahu bagaimana akhir kehidupan kita nanti. Sementara dia sibuk beramal dan menyebar manfaat, meski tidak selalu sempurna dalam pandangan manusia.

Dan sebaik-baik manusia adalah yang selalu menghitung kekurangannya sendiri serta sibuk mengumpulkan saksi-saksi yang akan memberinya syafaat di hari penghisaban.

Satu hal, ada begitu banyak orang-oramg yang punya kontribusi besar dalam dunia dakwah dan kemanfaatannya untuk orang lain, meskipun luput dari pandangan manusia.

Dan kita, sudah seharusnya saling mendoakan, semoga kelak akan bertemu di surga.

Untukmu

WAJAR SAJA

Ikhwan jomblowan...
Akhwat jomblowati...
Dan suami yang mau nikah lagi,

Menikahlah dengan ridlo Alloh dan restu orangtua. Karena itu sangat penting. Tersebab  kebahagiaan itu sangat sulit didapatkan tanpa ridlo Alloh dan keduanya.

Ridlo Alloh bisa didapat dengan cara melewati jalan menuju pernikahan itu dengan cara yang baik dan benar. Bukan diawali dengan maksiyat.

Jika dulu maksiyat biasanya dengan bertemu langsung secara fisik, maka hari ini cukup dengan dua jempol yang asik chatingan sampai tidak kenal waktu. Tidak peduli dengan perasaan istri bagi yang sudah beristri. Dan mengabaikan aturan yang sejatinya sendirinya pun sudah memahaminya.

Menikahlah dengan cara elegan, bukan semi pacaran. Karena bisikan syetan selalu sulit dikalahkan, meski dibungkus dengan kalimat ta'arufan.

Ta'aruf seharusnya bukan asik chatingan berdua, bukan asik ngobrol berdua. Karena mengenal calonmu itu tidak perlu berjalan sendirian. Ada orang lain yang bisa dipercaya menjadi perantara.

Apalagi jika hari-harimu selalu membayangkan si akhwat yang engkau impikan dan harapkan. padahal ada perasaan istri yang harus dijaga. Andai istrimu tahu bahwa hatimu dan harimu selalu terpaut pada akhwat dambaanmu sampai melupakan adab dan syariat yang harus dilalui, alangkah kasihannya istrimu.

Menikah lagi adalah boleh. Tidak satu orang pun berhak melarang seorang suami menikah lagi jika memang jelas punya ilmu dan kemampuan.  Tapi satu hal, jangan engkau awali dengan maksiyat, seremeh apapun menurutmu! Karena maksiyat itu akan membawamu pada satu masalah, yaitu perasaan 'kecewa '. Kenapa? Karena dosa itu akan menyebabkan musibah. Musibah bagi amalmu, dan juga bagi hatimu.

Maka menikahlah dengan cara yang benar. Ambil pihak ketiga sebagai perantara. Agar hati bisa tetap terjaga. Jangan anggap remeh hal ini jika tak ingin ada masalah di kemudian hari.

Dalam kisah orang-orang sholeh diceritakan bahwa ada seorang sholeh yang selalu tersadar saat ada masalah dalam hidupnya. Entah kendaraannya yang mogok atau istrinya yang rewel, atau hal lain yang membuatnya bersusah hati. Maka, pertamakali yang dia ingat adalah, 'maksiyat apa yang sudah aku lakukan sehingga Alloh menurunkan hal yang membuatku menjadi susah?'.

Begitulah seharusnya kita. Selalu menjaga hal yang dapat merusak hati dan hari kita dari datangnya keberkahan,  sekecil dan seremeh apapun anggapan kita. Karena tetap saja mengundang bala'.

Saya pun menyadari sepenuhnya tentang hal ini. Apa yang saya rasakan dalam rumahtangga, gesekan, benturan dan hal yang menyakitkan dari pasangan, sepenuhnya saya sadari, inilah akibat dari maksiyat yang saya lakukan. Semoga menjadi pelajaran dan renungan bahwa sakinah mawaddah rohmah itu didapat dari amal sholeh, bukan dari maksiyat.

Maka, wahai yang merasa gagal mendapatkan tambatan hati...
Sadarilah sejak saat ini! Bahwa kegagalan yang engkau alami hingga membuat malu dan sakit hati, tak lain dan tak bukan karena maksiyatmu kepada Alloh. Engkau tidak melewatinya dengan cara yang baik benar. Sehingga Alloh timpakan rasa itu dalam hatimu.

Maka wajarlah...
Karena keberkahan tidak akan didapatkan kecuali dengan cara yang baik dan benar.

Jika ini nasehat, maka tentu lebih pas untuk si penulisnya.

Eka Rosaria

Wajarkah?

WAJARKAH?

Wahai Suami...

Akhirnya Fulanah memilih bercerai daripada harus dipoligami. Dia merasa tidak rela dan sakit hati. Ajakan suaminya agar tetap menjadi istrinya tak lagi digubris. Seolah hatinya sudah mati. Lebih memilih pergi daripada bertahan. Merelakan sebagian sisa bahagianya hilang dari hidupnya.

Lengkap sudah kesedihannya. Belum lagi Alloh berikan keturunan dalam rumahtangganya, kemudian suaminya memilih membagi cintanya dengan wanita lain.

Sejujurnya, saya percaya dengan banyak wanita yang hatinya masih bisa dilembutkan dan tetap menerima taqdir poligami dalam kehidupan rumahtangganya. Meskipun harus dilalui dengan rasa sakit dan linangan air mata yang belum tentu habis dalam semalam. Mereka perlahan dan pasti akan menerima taqdirnya seiring perlakuan suami yang tetep baik padanya.

Dan saya sudah banyak menyaksikannya. Mereka pada akhirnya pasrah. Sambil terus berusaha melewatinya dengan sikap terus memperbaiki diri.

Tapi kisah Fulanah pada akhirnya bisa saya mengerti dan fahami. Apa yang menimpanya dan apa yang dia lakukan terkadang bisa dianggap wajar.

Si suami menikah lagi teriring rasa hati ingin punya keturunan. Dan memang ini dibolehkan. Tapi dia menyesalkan sikap suaminya yang mendekati wanita lain yang ternyata masih bersuami sampai akhirnya bercerai dari suaminya dan akhirnya dinikahinya.

Inilah hal yang tidak bisa diterimanya. Bukan poligaminya. Sampai akhirnya memilih jalan berpisah daripada terus bersama.

Suami,
Poligami bagimu itu boleh. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa jadi wajib hukumnya. Tapi jika mengawalinya dengan kemaksiyatan, lalu di mana dicarinya keberkahan?

Bagi seorang istri,
Sesungguhnya tidak mudah memutuskan begitu saja berpisah dari suaminya. Karena haram bagi seorang istri meminta cerai tanpa alasan yang jelas menurut syariat. Tapi hidup bagi siapapun adalah pilihan. Memilih berpisah atau bertahan, hanya yang mengalaminya yang bisa merasakan.

Saya tak ingin menyalahkan istrinya yang minta diceraikan. Pun dengan mantan suaminya yang berpoligami.

Tapi satu hal,
Hendaknya diawali dengan baik dan benar. Bukan dengan dosa dan maksiyat. Karena memisahkan pasangan adalah dosa takhbib.

Semoga Alloh memberikan jodoh kembali untuk Fulanah. Menjadi bahan introspeksi agar tetap mampu menerima setiap taqdir dengan hati lapang.  Memberinya jodoh yang baik menurut Alloh.

Dan semoga Alloh ampuni mantan suaminya,  bertobat dan memperbaiki diri, memberikan kebahagiaan bagi keluarga baru dan anak-anaknya.

Karena sesungguhnya setiap masalah dan musibah yang menimpa, tidak lain karena dosa yang dilakukan.

Dan sesungguhnya masalah dalam rumahtangga ada andil suami istri, bukan hanya sepihak. Maka, introspeksi itu layaklah menjadi keharusan bagi mereka, suami istri.

Semoga Alloh menjaga hati-hati kita dari maksiyat dan dosa. Memberikan keberkahan dalam tiap rumahtangga kita.

Tentang curhat

INGATLAH MEREKA

Setiap habis nulis, seringnya kemudian ada yang curhat atau berbagi cerita. Saya senang-senang saja. Membiarkan mereka bercerita mengungkapkan uneg-uneg di hatinya. Perempuan memang seperti itu, butuh teman cerita. Berbeda dengan laki-laki.

Biasanya seputar masalah rumahtangga. Entah yang suaminya senang chatting dengan wanita lain di inbox atau wa. Atau suaminya beberapakali selingkuh. Ada yang suaminya poligami. Ada yang suaminya senang reunian kemudian ada perempuan lain yang tiba-tiba mendekatinya. Ada yang merasa suaminya tidak adil, dll. Masalah yang jika hal itu menimpa kita sendiri, saya pun yakin kalau kita akan tetap merasa sedih, bahkan galau.

Maka, mendengarkan adalah hal terbaik yang saya lakukan. Membiarkan mereka mengeluarkan semuanya. Sedihnya, susahnya, galaunya. Biarkan saja!

Setelahnya saya akan menjawab dan menuliskan, dalam Islam ada yang namanya rukun Iman. Dan rukun iman terakhir adalah beriman kepada taqdir, baik dan buruknya. Dengan mengimaninya secara penuh dan totalitas, maka kita akan sampai pada satu pemahaman bahwa 'taqdir apapun yang Alloh berikan adalah terbaik'. Menerima itu melapangkan dan memudahkan. Karena hidup intinya adalah menerima. Penerimaan yang baik akan semua ketetapan Alloh.

Maka, doa terbaik adalah meminta kepada Alloh agar dilapangkan hati kita menerima semua taqdir-Nya. Dikuatkan melewati semuanya.

Dan selalu mengingat hal penting, yaitu...
Betapa penderitaan para wanita di luar sana, di negeri yang sedang dijajah kaum kuffar, mereka para wanitanya sungguh dalam kondisi yang tidak lebih baik dari kita. Bahkan lebih buruk perlakuan yang mereka terima. Bisa kita saksikan di layar dan kita baca bagaimana menderitanya mereka. Apalagi jika mereka para wanita itu hidup di dalam penjara kaum kuffar, nauudzubillah. Mengerikan sekali. Dan di sini kita hanya bisa mendoakan dari jauh, tanpa bisa membantu lebih banyak.

Maka, ingatlah mereka dan bercerminlah dari mereka. Belajarlah kuat dari mereka. Karena mereka hanya percaya bahwa ada Alloh yang selalu membantunya.

Untuk para wanita dengan segala permasalahan yang sedang menimpa, bersabarlah! Sebagaimana sabarnya Hajar ibunda Ismail 'alaihissalam yang diasingkan  oleh suaminya, Ibrohim 'alaihissalam ke satu negeri tandus tiada berpenghuni dan tanpa bekal cukup. Tapi Hajar yakin dan percaya kepada Alloh bahwa jika perlakuan Ibrohim 'alaihissalam adalah atas perintah Alloh dan Alloh tidak mungkin membiarkannya dalam kesulitan.

Yang menulis tidaklah lebih baik dari yang bertanya dan membaca.

Eka Rosaria