Jumat, 11 Mei 2018

Ibroh

Bukan Aib

Beliau menegaskan ungkapannya, berkali-kali. Seolah khawatir jika pendengarnya tidak mengerti.

"perceraian bukanlah sebuah aib. Kalau memang pernikahan tidak membuat bahagia, untuk apa diteruskan. Tidak perlu merasa aneh melihat orang lain yang bercerai, karena toh ada contohnya dari Rosulullooh shollaalloohu alaihi wa sallam. Beliau pun pernah menceraikan istrinya."

Pernah heran saat melihat teman atau orang lain bercerai?
Saya pun begitu.

Terkadang ikut merasa sedih dan menyayangkan. Kenapa harus bercerai?  Apakah tidak bisa lagi diperbaiki?

Tapi kembali lagi. Bahwa garis taqdir setiap orang tidaklah sama. Sunnatulloh dalam kehidupan kita. Ada pernikahan, maka ada perceraian. Sebagaimana Alloh pergilirkan siang dan malam. Sedih dan bahagia. Semuanya sudah tercatat.

Pernikahan perlu landasan rasa bahagia saat menjalaninya. Juga faktor -faktor yang menyertainya sehingga tercipta harmoni antara suami istri.

Zaman Rosulullooh shollaalloohu alaihi wa sallam, pernikahan dan perceraian begitu mudah.

Sebagaimana ada seorang wanita yang datang kepada beliau mengadukan kondisinya. Dinikahkan bapaknya tanpa rasa cinta di hatinya. Kemudian minta izin agar bisa bercerai dari suaminya. Rosulullooh pun mengizinkan dan menyarankan mengembalikan mahar yang sudah diterimanya.

Berlalu masa. Begitu banyaknya permasalahan yang menyertai perjalanan rumahtangga seseorang, bahkan sampai pada hal-hal yang sifatnya menyakiti secara fisik dan psikis. Ada yang jadi korban kdrt, ada yang tidak dinafkahi dll. Maka jika berlarut tanpa perbaikan dan timbul madlorot lebih besar, maka jalan cerai boleh diambil.

Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah, saat kita menerima pengaduan suami atau istri, maka ambil kesaksian dari keduanya, bukan hanya sepihak. Agar bisa diambil keputusan yang adil. Karena masalah dalam rumahtangga pastinya ada andil keduanya.

Alloohu'alam bishshowaab.

Eka Rosaria

Tidak ada komentar:

Posting Komentar