Jumat, 11 Mei 2018

Etika

Etika bertanya..

Seorang bapak mengajak ngobrol pak ustadz ketika mengikuti acara manasik haji dan umroh. Menceritakan kebahagiaannya karena tak lama lagi akan mengunjungi tanah suci untuk beribadah. Auranya sangat terlihat. Karena memang, bahagianya dimampukan haji atau umroh itu terasa beda dibandingkan ketika bisa jalan-jalan ke negara lain. Tak dapat digambarkan. Haru, nangis senang. Rela mengeluarkan berapa pun untuk bisa sampai kesana. Bahkan setelahnya pun ingin kesana lagi.  Gambaran rasa saat dimampukan menjalankan rukun Islam, itulah bedanya.

Pak ustadz dihadapannya ikut bahagia. Kemudian menimpali dengan pertanyaan,

"bapak ketika haji atau umroh tahun berapa? "

"o, belum pernah, pak ustadz." si bapak menjawab. Kemudian melanjutkan obrolannya.

Pak ustadz membahasnya,

"kalau kita menghadapi orang sedang bercerita bahagianya mau haji atau umroh, maka jangan pernah bertanya kepadanya dengan tanya seperti ini, "sudah haji atau belum?", karena bisa jadi malah akan membuatnya tidak nyaman. Maka bertanyalah dengan tahun berapa pernah berangkat umroh atau haji, karena dia akan semakin semangat dengan keberangkatannya."

Terkadang, tanpa sadar kita sering salah bertanya. Atau tepatnya kurang tau etika bertanya supaya membuat orang lain nyaman ketika menjawab. Hal ini barangkali sepele. Tapi inilah sebagian dari HABLUM MINANNAAS. Sehingga menjadi manusia yang nyaman ketika bergaul dengan manusia lain.

Sama saja ketika ada teman yang belanja satu barang dan di mata kita harganya kemahalan. Terkadang dengan spontan kita memotongnya dan bilang bahwa barang yang sama kita beli tapi lebih murah. Seharusnya, bikin dia nyaman. Katakan bahwa berapa pun harganya, yang penting kita punya uang untuk membelinya.

Yang sepele tapi kadang terlupakan.

Eka Rosaria

Tidak ada komentar:

Posting Komentar