Baju Kondangan
Dalam sebuah majlis, seorang guru menyampaikan pesannya,
"Mulai sekarang, kalau ada pengumuman dari ketua majlis supaya mengumpulkan baju layak pakai, maka standarnya adalah masih layak dipakai kondangan. Tidak ada maaf bagi yang memberikan baju lusuh bahkan sobek dan terkadang belum dicuci. Memberi itu yang terbaik. Rumusnya begitu. Yang masih kita cintai karena bagusnya. Bukan yang sudah tidak kita inginkan. Karena apa yang kita berikan, itulah nilai harga diri kita".
Pesan yang begitu mengena. Saya pun demikian. Merasa risih ketika kebagian menyortir baju 'layak pakai' yang sesungguhya sudah tidak layak diberikan. Point-nya adalah 'layak diberikan'. Karena layak pakai itu hanya bagi kita dan belum tentu layak diberikan pada yang lain.
Saat ada kondangan, betapa resahnya kita kalau berpenampilan 'apa adanya'. Banyak baju-baju yang kita pilih dan dipastikan bagus jika dipakai ke acara itu. Kita tidak ingin terlihat biasa saja dihadapan tamu lainnya. Begitulah seharusnya saat kita memberikan pada orang lain. Malu dan risih jika sudah tidak pantas. Meski sebenarnya, baju terbaik yang harus kita pakai adalah saat menghadap Robb kita. Yaitu saat Sholat.
Beberapakali saya mengurut dada. Karena dari sekian karung dan sekian dus baju-baju yang disetorkan ke saya dan teman-teman, justru tidak menemukan yang layak diberikan. Ada yang lusuh meski bersih. Ada yang sobek. Bahkan dulu sekali pernah yang memberikan daleman husus yang sudah sobek. Kotor pula. Na'uudzubillaah. Wajar jika beberapa teman yang juga menyortirnya merasa geram. Keterlaluan. Karena akhirnya hanya menjadi lap.
Begitu juga saat kita memberikan makanan. Berikan yang layak dimakan. Bukan yang layak dibuang. Satu lagi, sampaikan selalu kata maaf jika memberikan sesuatu yang memang sudah kita pakai. Dan sampaikan jika dia tidak berkenan menerima, sampaikan maaf. Begitulah caranya.
Rumus memberi kepada orang lain adalah terbaik dan membahagiakan perasaan si penerima. Sehingga mendapatkan nilai pahala. Muaranya adalah kita akan mendapatkan ketenangan hati sebagai balasan dari Alloh. Karena ternyata, di antara cara bahagia adalah dengan 'memberi'.
Jangan pernah menyelipkan rumus bahwa ' sudahlah dikasih, tidak bersyukur'. Ini bukan rumus kita. Karena tugas kita bukan untuk menguji kesabaran orang lain atas sikap dan pemberian kita. Justru kitalah yang diuji, apakah bisa memberikan yang terbaik dan memang layak, atau hanya sekedar membuang apa yang sudah tidak kita sukai.
Musibah adalah ladang pahala. Bukan ladang buang sampah kita.
Sebagaimana saat banjir awal tahun baru kemarin, seseorang mengabari saya. Dia sudah menyiapkan tiga dus besar yang isinya baju dan sarung. Baru. Ya, semuanya baru. Alhamdulillaah. Baru bukan berarti sangat bagus. Tapi bagaimana pun bentuknya. Memberikan yang baru adalah istimewa. Setelah sebelumnya selalu mengabarkan bahwa dia sudah memberikan sekian bungkus makanan agar saya ambil untuk kemudian dibagikan. Maa syaa Alloh. Semoga Alloh memberkahi kehidupannya dan hartanya.
Begitu pun para relawan yang sudah membantu. Mereka akan bertanya jika selesai membantu para korban, 'apa lagi yang bisa kami bantu bersihkan?. Mereka bertanya agar bantuan mereka bisa membahagiakan. Bukan sekedar membantu. Alhamdulillaah.
Betapa kehidupan mereka Alloh berikan keberkahan sehingga bermanfaat bagi orang lain. Baik itu hartanya, pun tenaganya.
Sekali lagi. Ini bukan tentang tidak bersyukur karena sudah diberi. Tapi adalah kelayakan kita dihadapan Alloh untuk mendapatkan pahala.
Semoga Alloh limpahkan keberkahan dalam hidup dan harta kita sehingga memberikan manfaat bagi sesama.
Satu kisah menarik seorang teman saya. Saat dagangan mulai dirasa sepi, dia akan mengundang teman-temannya untuk makan bareng. Makan-makan. Apa saja menunya yang penting bisa bikin bahagia. Dan yang menakjubkan, besoknya dagangannya laris manis. Selalu begitu. Selalu. Maha Luas Kasih Sayang Alloh yang memberikan balasan kepada hamba-Nya.
Pesan husus suami saya,
" Kalau kamu ngasih baju atau jilbab ke orang lain yang sudah kamu pakai, pastikan berikan juga yang baru meski cuma satu. Dan periksa lagi semuanya takut kalau ada kancing yang lepas atau jahitan yang lepas. Jika ada, jangan diberikan. Kalau bagi kita sudah tidak disukai, maka jangan pernah dikasihkan ke orang lain. Karena kita punya benda, mereka juga punya perasaan".
Pemberian kita adalah Harga Diri kita.
Baarokalloohu fiik.
Eka Rosaria